pagi ini bukan pagi yang suram untuk sebuah kehilangan. aku bahkan tak sempat merasakan peringatan atau sekedar perasaan janggal. pagi ini cukup cerah untuk diawali dengan tawa seisi kelas, yang ternyata harus diakhiri dengan kerutan di dahi semua mahasiswa saat dosen kami harus terburu-buru membubarkan kelasnya. "Pak Ino sakit"
aku tak sempat menganalisa perasaan apa yang saat itu ada dalam hatiku. aku bingung, iya. aku takut, iya. aku senang? demi apapun, aku berusaha sekuat tenaga untuk tak membiarkan perasaan itu masuk ke dalam pikiranku.
yang aku tahu, perasaan bersalah seolah menyelubungi diriku sejak pertama kali ku dengar berita beliau meninggal. aku masih ingat dengan jelas bagaimana beliau masih berdiri dan bicara dengan lantang siang kemarin di depan fakultas. aku masih ingat dengan jelas bagaimana beliau menatapku sinis terakhir kali aku mengecewakannya. aku masih ingat dengan jelas bagaimana beliau menasihatiku dengan suara lembut di petak kantor lamanya. aku masih ingat bagaimana beliau tertawa memintaku pulang karena lelah dengan rengekanku.
dan aku merasa bukan hari ini. tapi harus hari ini.
"kamu pasti nyesel banget, dek"
mama tahu bagaimana keadaanku setiap pulang dari pertemuan di awal semester dengan beliau. bagaimana aku mengeluh, mengumpat, marah, sedih dan kecewa. dan mama tahu bagaimana perasaanku saat ini.
aku menyesal. merasa bersalah.
aku tahu apa yang beliau lakukan hanya demi kebaikanku. harusnya aku belajar dari apa yang dia berikan. bukan malah mengeluh dan dengan angkuhnya merasa lebih benar. bullshit, kalau kata Pak Ino.
siang ini mendung, mungkin langit ikut berduka karena kepergiannya. air hujan menyampaikan setiap rasa kecewa dan kehilangan atas hilangnya figur pendidik di psikologi.
maaf, pak. saya bahkan tidak menjanjikan apapun untuk bapak. saya belum bisa menjamin apapun untuk bapak. terima kasih atas satu tahun ini, terimakasih atas semua persepsi dan perasaan yang bapak timbulkan pada diri saya. semoga bapak diterima dengan tenang di sisi-Nya..
No comments:
Post a Comment